Logo BNPP
Badan Nasional Pengelola PerbatasanRepublik Indonesia (BNPP RI)
Beranda

|

Berita

Berita BNPP

ISIS Pasca-Kekhalifahan: Teror Tanpa Wilayah, Antisemitisme Global, dan Antisipasi PLBN Indonesia.

Dibuat Admin BNPP

21 Dec 2025, 22:55 WIB

ISIS Pasca-Kekhalifahan: Teror Tanpa Wilayah, Antisemitisme Global, dan Antisipasi PLBN Indonesia.

ISIS Pasca-Kekhalifahan: Teror Tanpa Wilayah, Antisemitisme Global, dan Antisipasi PLBN Indonesia.


Oleh: Hamidin Ajiamin

Pengamat Terorisme, Kelompok Ahli BNPP RI


Lebih dari enam tahun sejak kekhalifahan ISIS runtuh secara teritorial di Suriah dan Irak pada Maret 2019, dunia kembali dihadapkan pada satu kenyataan pahit: terorisme jihadistik tidak pernah benar-benar mati. Ia hanya berubah rupa—menjadi lebih cair, lebih individual, dan jauh lebih sulit dideteksi. Penembakan brutal terhadap komunitas Yahudi yang tengah merayakan Hanukkah di Pantai Bondi, Sydney, pada 15 Desember 2025—yang menewaskan 15 orang dan melukai puluhan lainnya—menjadi bukti mutakhir dari transformasi tersebut.


Serangan ini bukan sekadar tragedi lokal, melainkan representasi nyata dari ISIS pasca-kekhalifahan: teror tanpa wilayah, tanpa komando terpusat, namun tetap mematikan. Otoritas Australia mengaitkan pelaku, Sajid Akram (45) dan putranya Naveed (22), dengan ideologi ISIS berdasarkan manifesto digital dan simbolisme serangan. Namun, kerangka lama yang memandang ISIS sebagai “negara teror” dengan kamp pelatihan dan struktur hierarkis kini tidak lagi relevan. Pasca Kekalahan teritorial, ISIS berevolusi menjadi jaringan ideologis global yang hidup dari propaganda digital dan inspirasi kekerasan acak (Berger).


Media sosial menjadi medan utama. Telegram, X (Twitter), hingga TikTok berfungsi bukan hanya sebagai saluran komunikasi, tetapi sebagai mesin radikalisasi yang memanfaatkan algoritma untuk memperkuat emosi, kemarahan, dan rasa keterasingan. Konflik Gaza pasca serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 menyediakan bahan bakar naratif yang sempurna. Meski secara ideologis ISIS bermusuhan dengan Hamas—yang mereka anggap terlalu nasionalis—penderitaan warga Palestina dieksploitasi secara sinis untuk membenarkan anti semitisme global. Di sinilah watak oportunistik ISIS tampak jelas: tidak berjuang untuk Palestina, tetapi menunggangi tragedi kemanusiaan demi legitimasi kekerasan (Clarke).


Antisemitisme sendiri bukan elemen baru dalam ideologi ISIS. Sejak deklarasi kekhalifahan 2014, propaganda ISIS secara konsisten memposisikan Yahudi sebagai “musuh utama umat,” menggabungkan tafsir keagamaan ekstrem dengan teori konspirasi modern tentang dominasi global (Wistrich). Serangan Bondi yang menargetkan perayaan Hanukkah menunjukkan kalkulasi simbolik yang matang: menanamkan rasa takut eksistensial, bahwa tidak ada ruang aman bagi kelompok yang mereka demonisasi.


Lonjakan anti semitisme di Australia memperkuat konteks ini. Anti-Defamation League mencatat peningkatan hingga 400 persen insiden anti semitic sejak Oktober 2023. Pernyataan Perdana Menteri Anthony Albanese—“Kami akan memberantas kejahatan antisemitisme dari masyarakat kita”—layak diapresiasi, namun sekaligus mencerminkan pengakuan atas kegagalan struktural. Albanese sendiri mengakui bahwa pengkhotbah kebencian selama satu generasi beroperasi “tepat di bawah ambang batas hukum,” lolos dari jerat pidana.


Di sinilah dilema demokrasi modern mengemuka. Kebebasan berekspresi, ketika tidak disertai tanggung jawab etik dan literasi publik, berpotensi menjadi tameng bagi ujaran kebencian yang terakumulasi, dinormalisasi, lalu bermetamorfosis menjadi kekerasan fisik. Seorang korban selamat Bondi, Arsen Ostrovsky, merumuskan realitas ini secara tajam: “Ketika kata-kata dan kebencian dibiarkan tak tersentuh, itu akan menyebabkan kekerasan.”


Kasus Bondi juga menegaskan dominasi "lone wolf actor" terrorism dalam lanskap terorisme global pasca-ISIS. Pelaku tidak perlu berangkat ke Suriah, tidak memerlukan kontak langsung dengan ISIS pusat, dan tidak membutuhkan senjata canggih. Senjata rakitan, pisau, serta legitimasi ideologis dari ruang digital sudah cukup untuk menghasilkan dampak simbolik besar (Hoffman).


Para pelaku ini bergerak dalam apa yang dapat disebut sebagai “ekosistem kebencian”: ruang digital permisif, narasi konflik yang disederhanakan secara hitam-putih, serta pembenaran moral semu melalui retorika agama-politik. Tuduhan komunitas Yahudi Australia bahwa maraknya protes anti-Israel menciptakan iklim permisif patut dicermati secara jernih. Kritik terhadap kebijakan Israel sah dalam demokrasi; namun ketika berubah menjadi demonisasi kolektif terhadap orang Yahudi—misalnya melalui slogan “From the river to the sea” yang kerap dimaknai sebagai seruan penghapusan Israel—maka batas demokrasi telah dilampaui (Neumann).


ISIS memahami kaburnya batas ini dan mengeksploitasinya secara sistematis. Efek domino terlihat jelas. Hanya tiga hari setelah serangan Bondi, seorang pemuda 19 tahun mengancam kekerasan terhadap penumpang Yahudi dalam penerbangan Bali–Sydney. Keputusan Universitas Sydney memecat akademisi Rose Nakad akibat ujaran antisemitik menjadi sinyal penting bahwa institusi pendidikan tidak boleh netral terhadap radikalisasi intelektual. Kampus kerap menjadi medan awal—bukan melalui kekerasan fisik, melainkan bahasa, simbol, dan normalisasi stigma. ISIS memahami bahwa radikalisasi intelektual selalu mendahului kekerasan aktual (Stern and Berger).


Namun, fokus semata pada penindakan pascakejadian—penguatan undang-undang ujaran kebencian, pengetatan visa, atau kontrol senjata—tidaklah cukup. Pengalaman global menunjukkan bahwa ISIS pasca-kekhalifahan justru lebih berbahaya. Tanpa beban wilayah dan tanggung jawab administratif, mereka bebas menginspirasi kekerasan acak dengan biaya rendah namun dampak psikologis tinggi.


Karena itu, strategi kontra-radikalisasi berbasis pencegahan menjadi keharusan. Negara harus hadir di ruang digital untuk memutus rantai propaganda, membangun literasi kritis masyarakat terhadap narasi ekstrem, serta memperkuat koordinasi lintas sektor—pendidikan, media, agama, dan masyarakat sipil. Australia saat ini tengah merevisi Hate Speech and Extremism Legislation 2024 untuk menutup celah hukum yang selama ini dimanfaatkan kelompok ekstremis. Langkah ini patut menjadi rujukan global (Australian Government).


Bagi Indonesia, tragedi Bondi bukanlah peristiwa jauh. Di era radikalisasi daring, ancaman ISIS mengalir lintas batas melalui internet, mobilitas manusia, dan resonansi konflik global. Data Densus 88 menunjukkan sedikitnya 47 penangkapan simpatisan ISIS sepanjang 2025, mayoritas terpapar melalui propaganda digital yang serupa dengan pola kasus Bondi.


Kewaspadaan nasional tidak boleh bersifat reaktif. Pos Lintas Batas Negara (PLBN) harus ditransformasikan dari sekadar gerbang administratif menjadi instrumen deteksi dini risiko ideologis. Di sinilah peran strategis BNPP RI bersama Kementerian Pertahanan, Kementerian Luar Negeri, Polri, dan lembaga terkait lainnya, menjadi krusial dalam membangun tata kelola perbatasan yang terintegrasi dan adaptif.


Langkah konkret meliputi integrasi data lintas sektor, pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan untuk pemantauan arus orang berisiko, peningkatan kapasitas aparat perbatasan melalui pelatihan kontra-radikalisasi, serta pelibatan masyarakat perbatasan sebagai “mata dan telinga” negara. PLBN di Entikong, Nunukan, dan Batam dapat menjadi model pertahanan nonmiliter terdepan dalam menghadapi ancaman ideologis lintas batas.


Sebagai penutup, penulis perlu menyampaikan academic warning. Berdasarkan kajian terorisme kontemporer dan pengalaman empiris, pola serangan seperti Bondi bukanlah anomali, melainkan indikasi fase baru terorisme global. ISIS pasca-kekhalifahan tidak lagi membutuhkan wilayah, struktur komando, atau dukungan logistik besar. Cukup dengan ideologi, ekosistem digital permisif, dan konflik global yang terus membara.


Negara yang gagal membaca transformasi ini—yang masih berpikir dalam kerangka terorisme lama—akan selalu terlambat satu langkah. Antisemitisme, Islamofobia, dan ujaran kebencian berbasis identitas bukan sekadar masalah moral atau sosial; ia adalah variabel keamanan nasional. Mengabaikannya berarti membuka ruang bagi radikalisasi, fragmentasi sosial, dan kekerasan acak.


ISIS mungkin telah kehilangan wilayah, tetapi ideologinya masih hidup. Sejarah menunjukkan bahwa ideologi yang dibiarkan tumbuh dalam kelengahan demokrasi akan selalu menemukan jalan menuju kekerasan. Pencegahan dini, literasi kritis, dan tata kelola perbatasan yang cerdas bukan pilihan, melainkan keharusan strategis.


Catatan kaki

Australian Government. Hate Speech and Extremism Legislation Review. Canberra, 2024.

Berger, J. M. Extremism. MIT Press, 2018.

Clarke, Colin P. After the Caliphate. Polity Press, 2019.

Hoffman, Bruce. Inside Terrorism. 2nd ed., Columbia University Press, 2017.

Neumann, Peter R. Radicalized. I.B. Tauris, 2016.

Stern, Jessica, and J. M. Berger. ISIS: The State of Terror. HarperCollins, 2015.

Wistrich, Robert S. A Lethal Obsession: Anti-Semitism from Antiquity to the Global Jihad. Random House, 2010.

Share

Kategori Berita

Berita BNPP

1080

PLBN

658

Berita Nasional

70

Berita Perbatasan

252

Pers Rilis

41

Berita Utama

725

Berita Terbaru

https://apibackend.bnpp.go.id/images/news/0310c1de-4404-4504-a91b-fb2378e43600.jpg

BNPP RI Pastikan Pelayanan PLBN Terpadu Tetap Optimal Selama Libur Natal 2025 dan Tahun Baru 2026

https://apibackend.bnpp.go.id/images/news/803c86e0-5d84-481d-98c1-1a4214512cbf.png

Perbatasan Terpanas Dunia Akhir 2025 dan Urgensi Reformasi Pengelolaan Perbatasan Indonesia

https://apibackend.bnpp.go.id/images/news/f6a56570-fdba-4d3b-aa89-ecdba0ffb11d.jpg

Hadapi Puncak Arus Mudik Nataru, BNPP RI Optimalkan Layanan di PLBN Aruk

https://apibackend.bnpp.go.id/images/news/d721a44e-6909-4a21-8817-ce63f3e44855.jpg

Fasilitasi Dialog Strategis, BNPP RI Lewat PLBN Skouw adakan Seminar⁠ Berbasis Kearifan Lokal

https://apibackend.bnpp.go.id/images/news/a1ece71d-5f40-4692-973b-5ce043c187c9.png

ISIS Pasca-Kekhalifahan: Teror Tanpa Wilayah, Antisemitisme Global, dan Antisipasi PLBN Indonesia.

Berita Terkait
Logo BNPP

Badan Nasional Pengelola Perbatasan Republik Indonesia (BNPP RI)

Location Icon

Jl. Kebon Sirih No.31A, RT.1/RW.5, Kb. Sirih, Kec. Menteng, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10340

Phone Icon

021-31924491

Email Icon

info@bnpp.go.id

White Facebook Icon
White Twitter Icon
White Instagram Icon
White Tiktok Icon
White Youtube Icon

© Badan Nasional Pengelola Perbatasan - 2025